Singapura Mengincar Anak-Anak Terbaik Indonesia

Negeri Singapura hanya berpenduduk 5,2 juta orang dan hanya 3,3 juta dari jumlah total tersebut yang merupakan penduduk asli Singapura, Luasnya hanya sebesar sebuah kota, namun pendapatan per kapita rakyatnya $ 59 ribu per tahun yang merupakan tertinggi ketiga di dunia. Singapura memiliki banyak sekolah dan perguruan tinggi kelas dunia yang didorong habis oleh pemerintahnya untuk masuk jajaran pendidikan elit dunia. Namun ibarat mobil, mendorong agar bisa melaju di kecepatan maksimum pasti perlu bahan bakar (yang banyak dan berkualitas) dan kepiawaian pengemudinya, dalam dunia pendidikan itu semua tidak cukup hanya dengan dukungan sumber daya finansial, tetapi harus punya raw resources berupa SDM yang memadai baik dari sisi jumlah maupun kualitas. Singapura jelas tidak punya itu semua!

Apa yang mereka harus lakukan untuk menjaga kontinuitas kedigdayaan mereka saat ini? Ternyata mereka adalah importir SDM kelas kakap, terbukti bahwa sekitar 1,9 juta dari 5,2 juta penduduknya adalah orang asing, itu adalah 37 % dari penduduk. Luar biasa. Orang asing sejumlah itu dipakai sebagai "bahan bakar" untuk mendorong ekonomi mereka (yang tidak berbasis sumber daya alam, namun lebih banyak intellectual resources) maju secepat-cepatnya dan diproyeksikan masuk golongan ekonomi tertinggi dunia. Sumber daya penduduk asli sudah tidak cukup lagi untuk mendorong perekonomian sebesar itu. Jumlah 1,9 juta pendatang itu tidak termasuk SDM yang berada dibawah kendali mereka di berbagai investasi Singapura di luar negeri, terutama ASEAN.

Kenyataan ini menjadi begitu getir bagi saya (dan juga seharusnya bagi anda semua yang mengaku bertanah air Indonesia) dengan makin gencarnya Singapura "merampok" SDM berkualitas dari negara-negara tetangganya. Lihatlah iklan mereka di suratkabar nasional terkemuka Indonesia yang "memancing" anak-anak terbaik Indonesia lulusan SMP untuk bersekolah disana dengan iming-iming "kemewahan" ala negara maju. Level SMP! Setahu saya beberapa tahun lalu mereka masih hanya mengincar SDM di level perguruan tinggi, artinya lulusan SMA terbaik untuk disekolahkan dan jadi "bahan bakar" di institusi seperti National University of Singapore dan Nanyang Technology University. Mereka juga telah mengincar juara-juara olimpiade matematika dan sains dari Indonesia untuk diberi beasiswa disana sejak lama. Sungguh gila..


Mungkin perasaan hati ini akan lebih tenang bila anak-anak terbaik kita itu diperlakukan dengan baik disana, namun jangan lupa kasus beberapa tahun lalu saat mahasiswa pintar Indonesia yang diberi beasiswa Singapura ternyata sangat tertekan karena diberi berbagai target dan beban akademik seperti pembuatan karya ilmiah yang sungguh berat dan pada level yang keterlaluan. Mahasiswa ini akhirnya terbunuh (atau bunuh diri?) karena kondisinya tersebut. Sungguh mengenaskan. Silahkan cek berita-beritanya secara online.

Berikut informasi penerimaan beasiswa lulusan SMP yang saya maksud. Tidak hanya untuk orang Indonesia, tetapi juga seluruh ASEAN plus India. Sungguh menggoda dan pasti berhasil menarik bagi anak-anak yang memang memiliki kemampuan intelektual hebat.

Tentu saja klaim saya bahwa Singapura adalah negeri "pembajak" dapat dengan mudah dimentahkan dan dibalikkan bahwa negeri ini hanya ingin berbagi kekayaan yang dimilikinya agar bisa bermanfaat juga bagi para tetangganya yang "miskin". Tentu hal ini bisa dibenarkan, tetapi kalau "penyedotan" talenta ini masih dalam batas kewajaran. Kalau sampai talenta lulusan SMP pun sudah disedot dan dalam jumlah yang cukup besar, maka kita semua harus mempertanyakannya, mengambil sikap serta introspeksi diri. Kita masih sibuk dengan kecurangan UN yang tak habis-habisnya, kemelut RSBI yang melukai rasa kebangsaan kita, sementara Singapura mengambil kesempatan ini untuk kepentingan mereka sendiri.

Bagaimana pendapat anda?

Posting Komentar

1 Komentar

Tikno mengatakan…
Ada seorang kerabat saya yang pintar dalam bidang kimia setelah lulus SMA melanjutkan kuliah di Singapura. Setelah lulus, dia lebih memilih hidup dan bekerja di Singapura.

Pernah saya bertanya mengapa tidak hidup di Indonesia saja yang setiap saat bisa berkumpul dengan keluarga daripada hidup sebatang kara di negeri orang.

Jawabannya: Di Indonesia saya tidak dilihat walaupun kuliah dengan biaya sendiri. Jarang ada perusahaan / institusi yang rela mensponsori biaya penelitian karena biaya penelitian dianggap cost (biaya) yang tidak bisa dengan segera mendapatkan manfaatnya. Tidak seperti beli barang langsung jual dan dapat untung.
Sedangkan di Singapura saya ditawarkan gaji yang memadai + ruang kerja + fasilitas laboratorium + diarahkan bergabung dengan team peneliti yang sesuai dengan keahlian saya.

Akhir kata saya ingin bertanya siapakah di Indonesia yang mau membiayai penelitian Bapak Josaphat Tetuko Sri Sumantyo (dengan catatan disponsori dari awal alias sebelum Beliau berhasil dalam penelitiannya):
http://www.indonesiaberprestasi.web.id/?p=8373

Salam dari Samarinda,
Tikno