Note: Saya tambah beberapa foto dari rekan Sandjaja Kosasih dibawah ini, saya pilih yg menggambarkan "party of lights".
Walau hanya mengikutinya melalui siaran langsung TVRI Nasional tanpa suara sama sekali, namun sebagai warga Kaltim, saya ikut bangga juga. Siaran langsung nasional juga cukup baik dan langsung dibawakan oleh crew TVRI Kaltim yang saya kenal. Istri saya hadir disana sejak siang dan kabarnya pulang tengah malam, tiba di rumah dini hari.
Konon acara pembukaan ini ditenderkan dengan nilai Rp 22 milyar, suatu angka yang sungguh mencengangkan. Tapi mengingat bahwa sebagian besar SDM kunci, peralatan dan bahan acara harus didatangkan dari luar Kaltim, plus pengerjaan dalam waktu sangat singkat, maka saya pikir angka itu masih "wajar" juga.
Acaranya sendiri saya lihat biasa saja, tidak ada yang spektakuler dan unik. Bagi saya, yang agak menarik adalah penyediaan lampu sorot yang berjumlah puluhan yang menyorot secara bergerak dari segala penjuru stadion kedalam stadion, di Kompas ditulis bahwa lampu ini berkapasitas 4 juta watt, wuahh... Lighting secara keseluruhan OK... Sayang kamera TV TVRI kekurangan lighting saat harus menyorot ke panggung kehormatan, sayang sekali, harusnya bisa diantisipasi segera.
Yang cukup menakjubkan juga adalah obor raksasa di stadion yang sangat besar dan berarsitektur unik dan megah. Saat stadion gelap, obor ini tampak sungguh luar biasa. Kobaran apinya sangat besar...
Dua minggu kedepan Kaltim akan sangat ramai dengan kegiatan PON, mudah-mudahan stamina semua pihak yang terlibat bisa tetap dipertahankan agar penyelenggaraan secara keseluruhan bisa sukses, tidak hanya acara pembukaan saja.
Empat tahun lagi PON mendatang diadakan, kita tunggu kemegahan lain di daerah kaya lainnya, Provinsi Riau...
Foto-foto diambil dari TribunKaltim.co.id dan koleksi pribadi Sandjaja Kosasih
Update:
Kompas keesokan harinya membuat berita dengan headline teratas di halaman pertama "Pembukaan PON Hambar". He3... sungguh pukulan telak bagi EO-nya. Sehari kemudian, di Jawa Pos, perancang acara pembukaan di PON XV di Jatim membuat pernyataan bahwa kadar kemegahan acara pembukaan PON di Kaltim hanya 10% dari yang dilakukan di PON VXI di Palembang dan PON XV di Surabaya.
Ada banyak aspek yang dinilai kurang, diantaranya:
- hambar dan monotonnya tarian kolosal yang dirancang Djaduk Ferianto (koreografer tari nasional)
- kembang api yang biasa saja dan sangat pendek durasinya
- LED display stadion yang memiliki teknologi lama, padahal ada teknologi lebih baru dengan resolusi lebih baik.
Mudah-mudahan bisa lebih baik di acara penutupan tanggal 17 Juli 2008 nanti...
Update:
Berikut catatan dari pak Sandjaja Kosasih, "orang dalam" di kepanitiaan PON yang mengurusi LO, juga fotografer lepas yang rajin memotret termasuk kegiatan PON. Ybs juga melihat langsung pembukaan PON di Jatim, Sumsel dan Kaltim. Berikut catatan ybs tentang pembukaan PON (Pekan Olahraga Nasional) XVII (ke-17) di Kalimantan Timur.
Saya ingin membantah masalah tarian pembukaan PON XVII 2008. Saya menonton juga tarian pembukaan PON XVI 2004. Tarian di pembukaan PON Kaltim jauh lebih megah dibanding di Palembang. Memang tidak ada tarian full modern yang khusus didatangkan dari Jakarta penarinya, memang tidak ada artis ibukota yang "wah" memang tidak ada manusia roket, memang kembang apinya kurang lebih saja dengan Palembang. Tapi tariannya megah dan sangat membanggakan penduduk Kaltim yang hampir semua terwakili tari-tari dari berbagai etnik (berbagai sub suku Dayak, Banjar, Bugis, bahkan sampai tarian Tana Tidung).
Gladi kotor pertama memang belum melibatkan Jaduk, jika saya lihat dari satu gladi kotor ke gladi kotor berikutnya sampai ke gladi bersih. Maka fungsi Jaduk adalah merangkai semua tarian daerah Kaltim tersebut dibungkus lagi dengan tambahan aransemen musik untuk menjembatani berbagai etnik yang ada. Dan kerja keras Jaduk selama dua minggu itu (saya tidak pernah bertemu dengannya di hotel, hanya sempat bertemu dengan Butet saja di hotel, Jaduk selalu di lapangan. Beberapa jam sebelum pembukaan Jaduk masih istirahat tidur di ruang panitia, sementara Butet masih segar dan sibuk berkirim email dengan laptopnya). Saya kira waktu dua minggu tersebut sudah berhasil dia maksimalkan sehingga tarian yang saya lihat di gladi kotor pertama sudah berbeda kemasannya dengan tampilan akhir di gladi bersih.
Laporan dari teman2 LO yang mendampingi kontingen2 atau pejabat daerah lain yang menonton juga mengatakan tarian tersebut megah, berbeda dengan PON sebelumnya.
Foto2 saya memang tidak berbicara banyak, tapi silakan dinikmati
http://kohde.multiply.com/photos/album/113
http://kohde.multiply.com/photos/album/114
http://kohde.multiply.com/photos/album/115
Anda jika berada di Stadion Palaran waktu itu pasti merasakan kemegahan dan keceriaan penonton, aplaus penonton di sela-sela tarian yang kadang memberikan "surprise", kesakralan anak kecil yang membawa bibit pohon ke tengah lapangan. Memang tarian Belian dan Hudoq tidak terlalu sakral karena dikemas sebagai hiburan, tapi dentam gong dan petikan sampe membedakan pembukaan ini dengan PON sebelumnya.
Iringan musik sampe pada upacara penyalaan obor PON pun memberi suasana beda. Pembawa obor adalah putra asli dayak yang punya prestasi internasional di Taekwondo. Iringan musik tradisional disana-sini membuat suasana pembukaan PON ini beda.
(saya pernah melihat langsung pembukaan PON untuk ketiga kalinya saat ini)
Semoga ini merubah persepsi salah dari judul berita di Kompas yang mengatakan Pembukaan PON Hambar.
5 Komentar
Mengenai EO dari Jakarta, memang serba sulapan. Mereka mengaku dana tersebut kesannya besar tapi secara keuntungan tidak signifikan karena hanya punya waktu belasan hari untuk persiapan sehingga LED raksasa bukan dikirim kapal tapi diterbangkan dari Taiwan berikut seluruh teknisinya. Demikian juga perangkat genset tambahan untuk mendukung keperluan listrik, perangkat panggung dll mereka menyewa pasukan truk yang dikirim cepat begitu tender dimenangkan. Kondisi biaya angkutan luar biasa mahal dalam kondisi BBM yang naik tinggi.
Yang pasti pembukaan meski sedikit cacat sana-sini sampai SBY marah pada kontingen yang defile dan tidak tertib akhirnya bisa berlangsung dengan menggembirakan para penontonnya. Gerimis menghiasi seluruh acara, hujan lebat berhasil diusir pawang ke Balikpapan yang banjir besar pada saat hari pembukaan.
Saya sedang siapkan dokumentasi foto di kohde.multiply.com
trm kasih utk info tambahannya pak.
tanpa mereka, pon sukses hanya isapan jempol belaka..
Di Jogja, PON sepertinya tenggelam, tak ada spanduk bertebaran di jalanan, tak ada siaran TV atau iklan, tak ada gegap gempita, mungkin kalau masyarakat di sana ditanya, mungkin akan menjawab sebaliknya: "Ada PON kah, dimana? Ow..."
Ah, mungkin saya saja yang nggak tahu kali ya... :-D