Kisah Subway di New York, Berpikir Jangka Panjang

Salah satu acara TV favorit saya adalah Extreme Engineering di Discovery Channel. Acara ini selalu membuat saya tercengang dan mampu menggugah diri betapa kecilnya apa yang sudah saya lakukan hingga saat ini. Bukti excitement saya adalah ketika saya dengan tak sabar bercerita ke istri saya tentang apa-apa yang baru saya tonton begitu acaranya selesai.

Sore tadi saya kembali tercengang menyaksikan kota New York telah membangun jaringan subway (kereta bawah tanah) pada tahun 1900. Ketika mereka harus menggali jaringan terowongan raksasa seantero pulau Manhattan dibawah ratusan bangunan pencakar langit yang saat itu sudah banyak dibangun. Tantangannya luar biasa besar, biayanya tak terbayangkan, korbannya tak terhitung, teknologi masih sangat sederhana. Belum ada alat-alat canggih yang digunakan, terowongan digali dengan tangan manusia, susah dibayangkan.

Namun 100 tahun lalu, pemerintah kota yakin 100% bahwa subway harus dibangun! Kota New York yang super sempit tidak memungkinkan lagi membangun jalan raya atau membuat rel-rel kereta layang. Dimasa depan, tidak ada pilihan lain yang bisa diambil apabila kota ini masih ingin terus maju dan mempertahankan diri sebagai kota pusat dagang dan pusat keuangan dunia.

Saat ini tahun 2005, dan New York masih kokoh sebagai pusat dagang dan keuangan terbesar dunia. Terima kasih pada jaringan subway nya yang mengangkut 5 juta penumpang per hari. Jaringan yang membuat transportasi dari titik manapun didalam kota ke titik lainnya dimanapun berada menjadi sangat mudah dan cepat. Jaringan yang panjang rel totalnya mempunyai panjang antara London dan Sydney dan baru bisa dijalani seluruhnya dalam waktu sekitar 21 jam.

Kebetulan saya pernah berada di kota ini, putar-putar selama 2 hari. Naik mobil setir sendiri tapi kesulitan parkir karena sempitnya lahan parkir dan mahalnya ongkos parkir, serta keliling pakai jaringan subway nya yang terkenal itu. Terasa sekali, di kota yang kecil dan super sempit dan padat ini, sulit membayangkan bahwa 100 tahun lalu mereka berani dan yakin dalam membangun subway. Sulit pula membayangkan kota ini tanpa jaringan subway, pasti perkembangan kota akan lari keluar dan pada gilirannya mematikan kota.

Seperti juga keberanian dan keyakinan banyak tempat lain baik di Amerika Serikat maupun di negara maju lainnya, New York berhasil membuktikan bahwa investasi yang mereka lakukan (terutama infrastruktur) dapat bermanfaat dalam jangka panjang dan membuat mereka terus bertahan sebagai bangsa maju.

Lain cerita di negeriku, paling tidak yang setiap hari saya lihat di kotaku tercinta. Mal-mal bertumbuhan, kantor-kantor dibangun dan direnovasi menjadi super mewah, namun jalan rayanya sungguh menyedihkan, got-got saluran air berantakan tak tertata dan tak terurus. Jembatan sempit-sempit, pelabuhan dan terminal amburadul, pasar-pasar kumuh dan sangat tidak nyaman. Belum listrik yang byar-pet, air yang keruh dan sering mati...

Jadi apa bedanya New York dan Samarinda? Uangnya? Rasanya bukan... Samarinda saat ini adalah boomtown, pemerintah punya dana lumayan banyak, orang-orang kaya baru bermunculan bak jamur di musim hujan. Belum lagi anggaran pemerintah provinsi yang banyak dicurahkan ke Samarinda sebagai ibukota provinsi. Orangnya? Yah... mungkin... Tapi yang paling mencolok di mata saya adalah "long-term orientation" dari masyarakatnya. Hampir tidak ada orang yang mau dan bisa berpikir jauh kedepan, yang dipikirkan hanya saat ini. Bagaimana anak cucu nanti? Masa bodoh... mereka pasti bisa mengurus dirinya sendiri...

Posting Komentar

0 Komentar