Perbandingan Piala Thomas & Uber dengan PON

Sungguh senang menyaksikan anak remaja saya, Rizka (14 tahun) tiba-tiba senang sekali menyaksikan siaran langsung pertandingan tim Indonesia dalam perebutan Piala Thomas dan Uber di Jakarta saat ini. Rasanya sudah lama sekali saya merindukan event ini, event yang bertahun lalu mampu menumbuhkan rasa patriotisme yang tinggi bagi seluruh bangsa Indonesia. Tradisi gegap gempita turnamen ini mati seiring matinya TVRI dan menurunnya prestasi Indonesia di percaturan bulutangkis dunia.

Lalu kenapa tiba-tiba event ini jadi kembali populer? Prestasi bulutangkis kita meningkat? Rasanya tidak, bahkan semakin buruk rasanya. Saya pikir, semua ini terjadi tidak lepas dari "nekadnya" stasiun televisi Trans TV dan Trans 7 menayangkan sepenuhnya event ini serta promosinya yang sangat efektif ke masyarakat. Terima kasih pada Ishadi SK, dedengkot TVRI yang membawa "roh" TVRI kedalam stasiun swasta Trans Group.

Kemudian, entah dapat angin dari mana para petinggi negara yang sedang sibuk menghadapi resistensi rakyat dalam hal kenaikan BBM, tiba-tiba melihat pentingnya event ini untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari "kesusahan hidup" yang semakin parah hari-hari ini.

Spirit masa lalu ketika menyaksikan pahlawan-pahlawan bulutangkis Indonesia seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Ivanna, Susi Susanti, dll tiba-tiba muncul lagi hari ini. Indah sekali menikmati hari-hari bersama anak saya berteriak dan berjingkrak didepan TV menyaksikan perjuangan para pahlawan itu di Jakarta.

Lalu apa hubungannya dengan PON, terutama PON VII 2008 di Kalimantan Timur?

Hingga hari ini, sekitar 60 hari dari hari H penyelenggaraan, belum ada sama sekali tanda-tanda kemeriahannya. Melihat pengalaman PON sebelumnya yang miskin liputan dan promosi dari stasiun TV besar dari Jakarta, saya kuatir PON kali ini juga akan akan bernasib sama. Sepengetahuan saya, hingga kini panitia belum mendapat sponsor peliputan dari stasiun TV seperti yang didapat oleh Piala Thomas dan Uber.

Padahal acara ini disiapkan dengan dana dan usaha yang sangat besar. Sebagai tuan rumah, saya berani bilang bahwa panitia telah bekerja "berdarah-darah" untuk menjamin agar PON 2008 bisa berjalan sesuai jadwal di Kaltim. Tapi kita akan sangat sedih membayangkan usaha keras yang menguras uang rakyat ini akan berakhir hanya sebagai event "lokal" di Kaltim tanpa ada dampak "psikologis" bagi bangsa ini. Bayangkan jika dampak seperti Piala Thomas dan Uber bisa terjadi juga di event PON nanti pada bulan Juli 2008.

Heran juga, padahal arena PON kalau disiarkan dengan baik, bisa menimbulkan semangat kebangsaan yang tinggi bagi setiap rakyat Indonesia. Menyaksikan atlit daerahnya bertanding dan mengalahkan daerah lainnya akan bisa memberi suntikan kepercayaan serta kecintaan daerah yang pasti akan membawa banyak efek positif bagi pembangunan bangsa.

Anda pikir, kenapa Cina habis-habisan membuat program pembangunan olahraga di negerinya. Program yang diarahkan untuk menguasai dunia di arena Olimpiade dan berbagai kejuaraan dunia lainnya? Para pimpinan negeri itu ingin memberikan kebanggaan dan kepercayaan diri bagi bangsanya...!

Itu kan masalah mendasar bangsa ini. Tidak punya kepercayaan diri, minder, tidak punya kebanggaan yang semakin lama semakin menggerogoti integritas bangsa kita. Mungkin event-event olahraga seperti PON dan Piala Thomas dan Uber adalah obat mujarabnya. Bukan perdebatan para politisi di gedung-gedung mewah DPR/DPRD atau seminar-seminar mahal mengenai pembangunan bangsa...

Update:
Tim Thomas Indonesia takluk ditangan Korea Selatan 0-3 di semifinal (mostly karena beratnya beban mental para pemain yang begitu diharapkan oleh jutaan rakyat negeri ini untuk menang dan memberi suntikan motivasi baru bagi negeri ini). Uniknya, tim Uber yang lebih lemah justru maju ke final menantang Cina.

Update:
Tim Uber Indonesia yang sukses masuk final pun akhirnya "tewas" ditangan juara bertahan Cina. Kali ini dengan angka telak dan hampir tanpa perlawanan karena level permainan berada 1-2 tingkat dibawah Cina.

SBY dan istri hadir menonton dan ikut mendukung. Politisasi piala Thomas dan Uber? Mungkin saja. Hadir juga sejak awal turnamen, Sutiyoso, calon presiden 2009, namun ybs hadir sebagai (kalau tidak salah) Ketua PBSI, wajar...

Ditulis menggunakan Asus Eee PC 4G Black

Posting Komentar

2 Komentar

Anonim mengatakan…
kalau menurut hemat saya bukan karena nekad. tp memang pak Chairul Tanjung pemilik TransTV dan Trans7 merupakan ketua PBSI. Kalau PON di Kaltim saya rasa memang karena PON sendiri tidak memiliki 'nilai jual'. Pihak TV mungkin sudah berhitung kira2 siapa yang akan mensponsori slot diTV. Ujung2nya duit juga. just my 2 cents
Web Admin mengatakan…
Terima kasih atas infonya mas Agus. Kalau bicara "nilai jual", apa sih jaman sekarang yg gak bisa dikemas sedemikian rupa agar bisa dijual? Poin saya adalah supaya ada ahli marketing dari media TV yg terjun utk mampu menyulap event PON agar mau ditonton publik. Mungkin tidak perlu terlalu banyak tekanan ke event2 tidak populer seperti panahan, bridge, tapi bisa ke sepakbola, basket atau yg lain...

Ingat kasus seperti Liga Indonesia yg sempat sama sekali tidak populer, tiba2 karena kemasan stasiun TV yg baik bisa kembali gegap gempita. Atau tennis yg sedikit sekali penggemarnya disini, tapi secara konsisten muncul beritanya di berita2 olahraga di TV kita, artinya bernilai jual juga...